Guru mengejar nilai sebagai tujuan mengajar, sudah benar kah?

Dokumen Pribadi


"Kita enggak butuh anak-anak yang jago menghafal. Mohon maaf, saya jujur saja. Dunia tidak membutuhkan anak yang jago hafal," kata Nadiem saat Rapat Koordinasi dengan Komisi X DPR di Gedung Nusantara I, Jakarta, pada Kamis (12/12).

Pernyataan menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim tersebut menjadi teguran keras bagi guru. Lalu, salahkan anak-anak disuruh menghafal? Misal menghafal perkalian, penjumlahan, rumus-rumus matematika, kimia, fisika, bahkan nama-nama latin biologi. Bagaiman anak bisa mengerjakan soal-soal perkalian, pembagian jika anak tidak menghafalnya. Pertanyaan itu sering saya dengar dari teman-teman guru. 

Seolah-olah guru hanya dituntut menyampaikan materi untuk dihafal sehingga ketika ujian nanti nilainya akan bagus dan membuat orang tua mereka bangga. Ketika anaknya mendapat peringkat satu merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang tua. Ketika penerimaan raport setiap akhir semester tak lupa orang tua selalu menanyakan, "Peringkat berapa si A, si B, si C di kelas Bu?" meski sudah dijelaskan kalau tidak ada peringkat lagi tapi kata orang tua belum puas jika belum tau peringkat anaknya di kelas.

Apakah salah jika anak pandai menghafal dan mendapat peringkat satu di kelasnya? Setiap orang tua, guru, bahkan sekolah mempunyai standar keberhasilan yang berbeda-beda. Tidak ada yang salah jika keberhasilan diukur dari nilai yang tinggi dan peringkat yang bagus. Karena salah satu keberhasilan yang mudah diukur adalah nilai ulangan maupun nilai ujian. Guru pun lebih mudah mengukur kemampuan siswa dengan melakukan nilai tertulis dibandingkan dengan nilai keterampilan maupun nilai sikap. 

Tulisan ini mengingatkan saya pada salah satu teman SMP. Ketika sekolah dulu, Dia selalu jadi langganan BP. Karena beda kelas, jadi pikiran kami ketika anak masuk BP itu artinya anak nakal dan anak bermasalah. Dan secara kasat mata memang dia terlihat anak yang urakan, tidak baik, dan tidak patuh. Ternyata anggapan saya salah, justru sekarang dia menjadi orang sukses secara materi. Menjadi tenaga ahli di suatu perusahaan ternama di pulau Kalimantan. Padahal nilai raportnya tidak pernah mendapat peringkat satu. Prinsip dia dalam bersekolah adalah mendapatkan ilmu, terutama ilmu dalam bermasyarakat serta membangun sebuah hubungan baik bukan mendapatkan peringkat satu yang tertulis di raport, tapi ketika masyarakat membutuhkannya, dia tidak mampu memberikan kontribusi apa pun dari peringkat satunya. Itu kata dia waktu sekolah dulu. Dan nyatanya dunia tidak membutuhkan anak peringkat satu, tidak membutuhkan anak yang pandai menghafal. Bukan berarti anak peringkat satu atau jago menghafal tidak akan sukses, tapi kesuksesan seseorang tidak dapat diukur dengan standar nilai ujian atau nilai raport.

Ketika bersekolah dulu pun yang saya ingat bukanlah materi pelajaran, tapi yang saya ingat saat dimarah guru, saat masa-masa bermain bersama teman. Apa yang diingat akan memberikan dampak dalam kehidupan. Menghafal pelajaran hanya bertahan beberapa bulan saja bahkan setelah ujian selesai, cliiiiiiiiiiiiiinggggg ilang begitu saja materi yang dihafal tadi. 

Mengutip dari postingan blog sejuta guru tuliasan Ali Fauzi. Setiap siswa akan belajar sesuai dengan harapan gurunya. Jika guru memiliki harapan agar peserta didiknya mampu menggunakan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya, kemudian mampu mengembangkannya, maka anak peserta didik akan memiliki pengalaman belajar yang menantang dan menyenangkan. Namun, jika gurunya berharap hanya meraih nilai yang bagus, maka pengalaman belajar yang diraih anak juga sebatas tes tertulis.


Jadi masih kah kita mengajar hanya mementingkan nilai ujian semata tanpa memberikan pengalaman belajar, meningkatkan taraf berpikir, mengembangkan potensi anak, dan memperbaiki perilaku anak? Kita para guru mempunyai kesempatan untuk memberikan yang terbaik bagi generasi bangsa. Masa depan negara ada di tangan generasi bangsa. Guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan mendidik anak bangsa. Jangan pernah menyerah dan jangan berhenti untuk terus belajar. Dunia terus berubah, jika kita tidak berubah, maka bersiap siaplah terkena seleksi alam.




Salam Guru Pembelajar!

Komentar

  1. Weleh weleh super top ... 1 kali dayung Sewu Kuto dilewati ...

    BalasHapus
  2. Tujuan akhir memang bukan anak tahu apa tetapi anak bisa apa. Hapal bukan tujuan tetapi kemampuan pengantar untuk menguasai kompetensi. Aku tidak bisa mengantarmu pulang kalau tidak hapal jalan, duluuu. Sekarang ada map google gak hapal jalan gak papa, tapi kalau hapal lebih baik. Jadi hapal bukan tujuan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju pak, dan membelajarkan anak tentang keterampilan hidup itu jauh lebih penting dibandingkan angka2 di atas kertas

      Hapus
  3. Seleksi alam telah memilihmu bu utk maju ke blogger tk Nasional. Luwes bacaannya tentang pendidikan krn jiwa pendidik telah menyatu pada penulis.
    Moga kedpannya para guru mampu memahami setiap pribadi Anak-anak agar mampu mengembangkan kompetensinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh g muluk muluk sampai ikut lomba pak, hanya sekedar menuangkan dalam tulisan dr apa yg pernah dibaca, didengar, dialami hingga akhirnya bisa saling sharing pengetahuan dan pengalaman.

      Hapus
  4. Menghapal bukan tujuan utama, tapi jika siswa bisa menghapal materi atau rumus matematika, misalnya itu akan lebih baik. Bacgs tema tulisannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggeh buk, menghafal setelah konsep dasar nya dikuasai.

      Hapus
  5. Menghapal mmg bukan tujuan...tapi apa yg di ingat / di hapal anak anak lebih lama lekat dan akan di ingat nya sepanjang masa..

    Keren lah bu diska....😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hingga akhirnya ingatan itu berpengaruh besar dlm hidupnya ya buk 😄. Trmksh ibu

      Hapus
  6. Semangat menulis, jangan berhenti menulis, tuangkan semua ide terbaikmu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESUME MATERI AD-ART PGRI

Di Balik Cerita Mencari Ide

Resume Belajar Membuat blog bersama PGRI Mura hari pertama